From: "Ambar Briastuti" <ambar.briastuti@gmail.com>
Andai saya seperti Paikea
In the old days, the land felt a great emptiness.
It was waiting.
waiting to be filled up.
waiting for someone to love it.
waiting for a leader.
And he came on the back of a whale...
a man to lead a new people
Our ancestor, Paikea.
Paikea, gadis kecil Maori membisikkan mantra pada sang ikan paus,
menenangkannya untuk bersedia dibawa kembali ke tengah lautan.
Delapan ikan besar terdampar di bibir pantai, tak berdaya. Upaya
untuk memindahkan ke laut pun sirna. Terlalu kuat, terlalu besar.
Dengan memberanikan diri, Paikea naik ke punggung sang pemimpin ikan
paus, memberi semangat dan perintah untuk tidak menyerah. Seperti
kisah leluhur pemimpin suku Maori di Hawaiki, Paikea akhirnya menjadi
penunggang ikan paus. Kisah mengharukan dalam film Whale Rider
(2002) menceritakan hubungan yang indah antara ikan paus dengan suku
Maori Haka di New Zealand.
Terkesan banget dengan film itu membuat saya penasaran melihat ikan
paus. Bukan di kebun binatang atau aquarium, tetapi di habitat asli.
Dalam beberapa tahun ini ikan paus menjadi contoh klasik perjuangan
lingkungan. Simbol korban pemanasan global dan ketamakan manusia
seperti halnya beruang kutub. Hubungan yang indah dan harmonis itu
berubah menjadi bentuk eksploitasi. Ikan paus adalah komoditi,
seperti sumber yang tak habisnya.
Lantas apa sih keistimewaan seekor ikan yang besar ini. Ternyata ikan
paus bukanlah ikan. (Jadi translasi "ikan paus" itu perlu
dipertanyakan). Whales adalah spesies yang masuk dalam mammalia, yang
jelas bernafas dengan paru-paru bukan dengan insang seperti ikan.
Kalau dikenang sisi kitab tiga agama -Jahudi, Kristen dan Islam,
kisah Nabi Yunus yang berada di perut ikan paus selama tiga hari
adalah favorit saya sejak kecil. Jadi rasanya hubungan cinta antara
manusia dan ikan paus tak hanya terurai lewat ayat. Sudah menjadi
bagian sejarah.
***
Dua setengah tahun lalu saya mendatangi Whale Watching di teluk
Monterey di California. Sayangnya badai dua malam membuat misi jadi
gatot. Desakan hati membuat saya nekad mencoba. Kali ini saya
beruntung, yakni tepat dimulainya musim panas.
Dari bulan Mei hingga Desember perariran di teluk Monterey hingga
Baja di California adalah spot menarik. Ikan paus berbagai jenis
dalam perjalanan migrasi menuju lautan yang lebih dingin seperti
Canada mampir disini untuk mengisi perut. Posisi berada di pantai
barat benua Amerika berhadapan dengan lautan Pacific adalah tempat
ideal bagi ikan kecil seperti anchovies (teri), sardin dan krill,
sumber makanan si ikan paus.
Minggu pagi saya bersiap cek in di dermaga sembari menyiapkan
perbekalan. Calon penonton diminta berada di lokasi dermaga
Fisherman's Wharf sebelum pukul 9 pagi. Walau sudah hangat namun
angin dingin membuat saya mantab memakai baju lapis, hingga jaket
tahan air. Alat photography terpaksa dibagi untuk mendapatkan hasil
terbaik. Ngga sempat sarapan, cuma muesli bar dan segelas kopi.
Rupanya sarapan sedikit ada untungnya. Naik perahu Sea Wolf I
diperuntukkan bagi yang tahan mabok laut. Gelombang cukup ganas,
terutama pada karang datar yang menghempas dengan kejam. Captain Mike
mengingatkan. Jika ngga kuat, larilah ke belakang kapal. Sumbangkan
sarapan anda untuk ekosistem laut California. Mencoba sok berani
duduk di depan, tapi ternyata cipratan air laut ngga kepalang. Demi
kamera saya mundur teratur. Air laut euy.
Begitu meninggalkan dermaga, kabut tebal masih mengambang di
permukaan. Jejak Horizon nyarik tak nampak, hanya air laut yang
berwarna abu-abu, seperti halnya langit. Tidak ada biru, tidak ada
sinar matahari. Cilaka buat motret kalau cuaca begini.
Hanya sekitar 20orang di kapal, sebagian duduk manis. Sekitar 45
menit di lautan lepas, saya bisa melihat langit biru. Sinar matahari
rupanya mengangkat kabut. Semua mulai terlihat sumringah. Scientist
yang bareng dengan kami menerangkan banyak aspek tentang habitat di
Monterey, sebelum ia mengenali pundak panjang ikan paus beratus meter
didepan. Kami terhenyak. Baru yakin ketika ekornya yang besar mulai
menghilang.
Ikan paus humpback (Megaptera novaeangliae) pertama pagi itu rupanya
dalam perjalanan menuju spot favorit. Timbul tenggelam di lautan
dengan kecepatan 4 knot mengimbangi gerak cepat ikan paus tadi. Baru
disadari, tidak hanya satu tapi sebuah tim dengan tujuh ekor menyelam
dengan kecepatan stabil. Menilik lokasi mereka memang diperlukan mata
yang tajam. Satu2nya petunjuk cuma semburan udara yang keluar dari
dua lubang punuk.
Tak jauh serombongan ikan lumba-lumba white sided pacific dolphin
(Lagenorhynchus obliquidens) menemani kapal. Jungkir balik, bermain
dengan lincahnya. Ikan lumba2 ini biasanya menyertai ikan paus
terutama disaat perburuan makan.
Indikasi ikan paus berburu mulai terlihat ketika ketujuh ikan tadi
membuat formasi melingkar. Mereka ini mengambil posisi hunting sambil
mengeluarkan gelembung udara didalam air. Ini semacam penghalang
ribuan ikan keluar dari perangkap. Begitu ikan tak bisa keluar, ikan
paus dengan mulut terbuka menerjang ribuan ikan tadi. Yaitu menerkam
dengan sekali telan. Dari jauh terlihat besaran mulut ikan paus
berlomba dalam gerakan yang simultan terkoordinasi.
Metode hunting ini sangat mengesankan para peneliti karena
menunjukkan tingkat kecerdasan dan pembagian peran yang terencana.
Masih belum diketahui bagaimana ikan paus mengkoordinasi serangan
ini, karena berbeda dengan ikan paus yang lain, humpback tidak
menggunakan bunyi sebagai "echo location" atau lokasi gaung. Nyanyian
ikan paus humpback ditengarai hanya untuk memulai musim kawin. Teka-
teki yang masih harus dipecahkan oleh peneliti binatang.
Kamera di tangan susah sekali mengikuti kecepatan sambar yang
terjadi tak terduga. Saya melirik iri pada kamera disamping. 8 frame
per seconds (fps). Bunyi deretean tombol seperti ngga henti. Gilaaa
mak.. Lensa saya sama dengannya tapi bodi kalah jauh. Dalam situasi
begini, kamera tua saya rasanya menggeh2 mengikuti terjangan ikan
paus. Saya ternyata salah strategi, terlalu berkonsentrasi pada lumba-
lumba yang berenang lebih dinamis. Posisi di atas kapal juga
berpengaruh. Benar kata orang jualan: Location..location..location.
Dalam adegan "feeding frenzy" selama 1 jam in, hentakan dan gumulan
ikan paus makin mengesankan. Saya hitung minimum tiga kali episode
serangan simultan. Tak jauh ratusan burung camar bergerak mengitari
lokasi. Berlaku sebagai oportunis sejati, burung camar dan pelican
ini mengambili ikan2 yang lolos sergapan ikan paus. Kebanyakan dalam
kondisi lemah karena terluka. Dengan mudah tinggal menukik tajam ke
permukaan laut, menyambar dengan cepat.
Beberapa burung albatross (Phoebetria palpebrata) melintas.
Bentuknya yang khas dengan sayap tajam dan badan gembul membuat
terlihat beda diantara kawanan burung camar. Burung albatross sangat
istimewa karena bentangan sayapnya yang melebihi tinggi manusia.
Tubuhnya sangat besar dengan kemampuan 'glider' yakni terbang dengan
meluncur, membuat tingkat efisiensi yang tinggi. Menjelang dewasa,
burung albatross migrasi mengelilingi bumi tanpa pernah menjejakkan
kaki di daratan. Tahun lalu saya sempat mampir di Otago Peninsula,
New Zealand mengamati koloni burung albatross.
Beberapa kali saya sempat memergoki singa laut (Zalophus
californianus). Kepalanya yang ramping timbul tenggelam diantara
ombak tinggi. Di teluk Monterey dan jajaran pantai sekitarnya, singa
laut ini banyak banget. Rupanya pesta ikan ini banyak mengundang
kawanan lain.
Kami bergerak mengikuti kawanan ikan paus, lumba2, ikan dan singa
laut hingga setengah jam. Sebelum akhirnya pesta berakhir. Humpback
menuju laut bebas dalam format sejajar. Kami tahu, sudah saatnya
kembali ke dermaga.
Saya teringat dengan tradisi perburuan ikan paus sperm whales
(Physeter macrocephalus) di Lamalera kepulauan Lembata, Timor.
Perburuan dan pembunuhan ikan paus adalah bagian dari tradisi dan
kehidupan sehari-hari. Dengan hanya menggunakan dua kapal nelayan
(peledang), sebentuk bambu (kefa) dan badik untuk mencabik tubuh.
Berbeda dengan negara lain seperti Jepang yang menggunakan teknologi
modern, perburuan di Lamalera dianggap sesuai dengan sumber alam,
kepercayaan tradisional dan gaya perburuan yang tidak berlebihan.
Kata "sustain" agaknya lebih tepat untuk menggambarkan tradisi
perburuan di Timor, ketimbang komersialisasi. Ada mekanisme alam
yang menjaga pendulum untuk selalu dalam level seimbang. Entahlah
jika jumlah penduduk meningkat ataupun dianggap sebagai komoditi
pertunjukkan turis. Saya sendiri ngga tega melihat perburuan ikan
paus karena bisa dipastikan akan banyak pemandangan berdarah-darah.
Andai saya seperti Paikea, pastilah saya bawa ikan paus menerjang
lautan. Melarikan diri dari ketamakan manusia.
Catatan kaki :
1. Dalam budaya pop, saya cuma mengenali satu lagu dengan intro
nyanyian ikan paus. Dibawakan oleh Kate Bush (Kick Inside 1978)
dengan judul Saxophone Song. Suara Kate Bush yang melengking, agaknya
seimbang dengan frekuensi jeritan ikan paus. Syairnya sendiri ngga
menyinggung sama sekali soal whales. Aneh bangets...
2. Yang lebih lucu adalah lirik lagu Enya -Sail Away sering
disalah dengar sebagai Save the whales, save the whales, save the
whales.
3. Ada sebuah buku anthropologi dari Universitas Oxford tentang
perburuan ikan paus di Lamalera. Judulnya: Sea Hunters of Indonesia:
Fishers and Weavers of Lamalera (1996) oleh R.H. Barnes. Belum baca,
tapi jika ada tinjauannya, mohon dijapri. Thanks banget.
4. Nonton Sea Shepard -pentolan Greenpeace (www.seashepherd.org)
yang mengkhususkan pada perjuangan anti Whaling. Tapi liat pola
sabotase-nya kok jadi seperti terrorism yaks...
5. Nonton Whale Rider (2002) selalu berakhir dengan mewek.hiks
hiks mengharukan soalnya. Trailer bisa dilihat disini : http://
tinyurl.com/dn7wrt
6. Booking dengan nonton ikan paus ini lewat
www.montereybaywhalewatch.com/ Biaya per orang US$45. Lewat telpon
atau online. Kapal tersedia dua, Sea Wolf I dan II, yakni satu khusus
untuk orang dewasa dan satu untuk family. Saya sendiri lebih nikmat
dengan kapal kecil karena lebih sigap.
7. Royal Albatross Centre di Otago Peninsula, Dunedin New Zealand
(www.albatross.org.nz). Tiket : NZ$39.
8. Monterey Aquarium (www.montereybayaquarium.org) menyimpan
koleksi kelautan paling mengesankan, terutama ubur2. Tiket US$29.95
Photo koleksi lama di :
http://ambarbriastuti.multiply.com/photos/album/65/
I_Think_I_See_Jellyfish_Everywhere
Salam,
Ambar Briastuti
www.ceritaambar.com | ym : ambar_briastuti | Adventures. Backpacking.
Photography.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar