Kamis, 18 Desember 2008

Fw: Kisah kemanusiaan: yatimkah mereka?

Teman-teman, saya forwardkan kisah kemanusiaan dari email tetangga:

Hari minggu kemarin, aku melakukan kesalahan kecil yang disebabkan oleh ketidaktahuanku. Tapi, kesahalan kecil itu, sangat membekas dalam di hatiku, dan membuatku memikirkan terus kejadian itu. Entah penyesalan atau kemarahan, lho kok? Begini ceritanya:
Pengurus masjid di kampungku berniat mendirikan Pondok Pesantren dan Panti Asuhan bagi anak yatim dan dhu'afa. Karena ini adalah program kemanusiaan, maka ketika mereka memintaku untuk ikut membantu, terutama mencarikan bantuan dana pembangunan gedungnya, aku langsung menyanggupinya.
Singkat cerita, akupun berhasil mendapatkan bantuan dari sebuah lembaga donor dari Qatar. Mereka menyanggupi membangunkan gedung tersebut, dari awal hingga selesai. Bahkan mereka juga menyanggupi untuk memberikan santunan kepada anak-anak yatim itu secara rutin setiap bulannya, yang akan dimulai pada bulan Januari 2009 mendatang.
Untuk itu, kamipun melakukan pendataan terhadap anak yatim yang akan menjadi asuhan Panti itu nantinya. Terkumpullah 50 orang anak yatim yang berasal dari sekitar kampung kami. Kepada mereka diminta untuk mengisi formulir pendataan dan diserahkan pada hari Minggu kemarin secara bersama-sama di masjid, sekalian diambil foto mereka.
Di sinilah kejadian yang kumaksud terjadi. Aku ditugasi untuk menerima formulir dari anak-anak itu dan menelitinya satu persatu, kalau-kalau ada yang salah isi. Satu persatu formulir itu diserahkan, dan sampailah pada seorang anak, sebut saja namanya Dani.
Ketika kuteliti formulir yang diserahkan Dani, aku menemukan kolom "data ayah" tidak diisi sama sekali.
"Mas Dani, data ayahnya kok kosong?"
"Ngng… saya tidak tahu Pak"
"Masak nama ayahnya sendiri tidak tahu?" Kan bisa nanya ke Ibumu siapa nama ayahmu. Dan yang lebih penting lagi tahun kematian beliau. Ya sudah, gini aja, sekarang Mas Dani pulang ke rumah, tanyakan ke Ibu siapa nama ayah, ya. Setelah itu, balik lagi ke sini buat diambil fotonya"
"Nggeh Pak…"
Dani pun berlalu, dan aku pun melanjutkan pekerjaanku. Akhirnya sampai pula aku pada dua orang kakak beradik, sebut saja namanya Yoga dan Siti. Ternyata, mereka berdua juga memiliki kasus yang sama dengan Dani, tidak mengetahui nama ayahnya. Akupun menyuruhnya untuk melengkapi lagi seperti yang ku katakan pada Dani tadi. Di bagian terakhir, aku juga bertemu seorang lagi yang berkasus sama, sebut saja namanya Yadi. Tentu saja akupun menyuruhnya untuk melengkapi data tersebut.
Dua jam kemudian kegiatan itu pun berakhir. Aku dan beberapa pengurus masih tetap duduk di masjid. Membincangkan beberapa hal sampai akhirnya salah seorang pengurus menghampiriku sambil menyodorkan beberapa formulir yang telah diisi.
"Pak, ini formulir keempat anak tadi diterima saja"
"Lho, k0k informasi tentang ayah anak-anak ini masih kosong Pak?"
"Ya benar… Soalnya mereka tidak mengetahui nama ayahnya"
"Kan mereka bisa nanya ke Ibunya atau walinya"
"Keluarganya juga tidak tahu siapa ayahnya, bahkan Ibunya sendiri juga tidak tahu siapa ayah dari anaknya tersebut"
"What….!!!??"
Bagai disambar petir, aku terdiam sejenak. Aku benar-benar tidak mempercayai yang baru saja aku dengar. Dan kemudian, cerita tentang ketiga anak itupun mengalir dari mulut para pengurus itu.
Dani adalah anak dari seorang perempuan yang mengalami cacat sejak kecil. Ibunya tersebut memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang terbatas, bahkan sama sekali tidak bisa berbicara. Dulu, kampung kami digegerkan dengan kehamilan Ibunya tersebut. Dari pengakuannya melalui komunikasi yang sangat terbatas itu dipahami kalau beliau telah digagahi oleh empat orang pria secara bergiliran! Benar-benar mengenaskan. Dan, Danipun tidak diketahui siapa ayah biologisnya, apalagi keempat orang terkutuk itu pun telah menghilang entah kemana sejak kejadian itu.
Sementara, Yoga dan Siti adalah dua orang anak yang lahir dari rahim seorang Ibu yang hidup dari satu pelukan pria ke pelukan pria lainnya. Dia tidak mengetahui sudah berapa banyak pria yang menidurinya dan siapa saja mereka. Maka, dapat dipastikan, dia juga tidak tahu, Yoga dan Siti dari benih siapa.
Yadi, adalah seorang anak yang lahir dari rahim seorang Ibu yang dulunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kehamilannya diduga kuat karena kelakuan majikannya, meski sang majikan sama sekali tidak mau mengakuinya. Tak lama setelah Yadi lahir, sang Ibu pun menghadap Sang Khaliq.
Aku pun menahan nafas mendengar cerita memilukan itu. Jantungku berdegup kencang. Antara bersalah dan marah. Bersalah karena aku telah menanyakan hal yang sangat sensitif kepada anak-anak itu, meski itu karena ketidaktahuanku, marah karena membayangkan betapa kejinya perbuatan manusia-manusia tersebut sehingga akhirnya anak-anak ini menanggung akibat dari dosa yang tak pernah mereka lakukan.
Aku tak kuasa menahan aliran air mataku. Terbayang betapa beratnya hidup yang mereka lalui. Jangankan untuk merasakan kasih sayang seorang ayah, mengetahui siapa ayahnya saja tidak! Ya Allah! betapa tidak adilnya hidup buat mereka…!!
Kalaulah teman-teman mereka yang telah meninggal ayahnya dapat dikatakan yatim, sementara mereka?Aku tidak tahu, termasuk kategori apa mereka. Yang pasti, aku sangat merasakan kehampaan yang mereka lalui…
Kejadian ini membuatku semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan gedung panti tersebut. Dani dan kawan-kawannya yang senasib harus segera mendapatkan "rumah" yang nyaman dan merasakan kehangatan sebuah keluarga, meskipun hanya keluarga panti. Mereka berhak hidup layak sebagaimana anak-anak lainnya. Mereka tidak boleh menderita karena dosa yang tidak pernah mereka perbuat…
Semoga kami segera dapat mewujudkannya. Mohon doa…

Tidak ada komentar: