Setelah sebulan beristirahat untuk penyembuhan kaki, akhirnya Bu Lie kembali mengunjungi milis dengan cerita perjalanan wisatanya. Terima kasih untuk cerita yang komplit Bu Lie, selamat menikmati musim gugur semoga kaki yang sakit cepat pulih.
Salam,
PDS
-----------------------
Hallo semua,
Selamat ketemu lagi!, setelah mendengar/membaca ttg musibah yg menimpa saya ketika berlibur di Ind., baru sekarang saya bisa cerita lagi.
Tgl. 22/08 kita., Theo dan saya beserta dua pasang suami-istri Belanda berangkat ke Ind. naik SQ. Kedua suami
adalah teman Theo sejak masih SD dan sampai sekarang kita saling kumpul-kumpul tiga bulan sekali. Sebetulnya masih ada seorang lagi, tapi beliau meninggal dunia 8 thn lalu di usia hampir 50 thn. Meskipun begitu istri dia tetap bergabung dg kita dan setahun sekali kita juga kumpul dirumah dia. Beliau tak ikut jalan ke Ind., meskipun sebelumnya dia yg paling kepingin ikut., tapi kemudian sebulan sebelum keberangkatan kami, dia mengundurkan diri karena anak putri dia yg sedang hamil mengalami komplikasi. Jadi kami hanya berenam.
Perjalanan ini semua Theo dan saya yg mengatur, mulai dg menentukan keberangkatan/beli ticket/pesan hotel dan seluruh acara perjalanan. Dengan cara begini, kita bisa menikmati acara khas bagi turis secara umum, tapi juga bisa langsung berhubungan dan berkenalan dengan kehidupan masyarakat umum suatu bangsa. Pada umumnya para turis manca negara dari dunia Barat tak terlalu menyukai hanya jalan-jalan dan melihat obyek wisata tanpa bisa berkenalan dg masyarakat umum suatu bangsa.
Karena teman-teman kami itu belum pernah keluar dari negara Eropa dg kata lain belum mengenal Timur Jauh,
maka kita pilih maskapai penerbangan SQ yg didunia termasuk salah satu yg terbaik, dg para pramugari yg cantik-cantik. Kadang sih tak begitu cuma polesannya saja. Tapi yg langsung mereka lihat adalah keramahan para crew dan staf SQ. Kalau dibandingkan dengan KLM atau maskapai penerbangan dari dunia Barat lainnya,
maka keramahan mereka berada jauh melebihi yg disini!
Kita terbang dari Amsterdam, ganti pesawat di Singapore untuk meneruskan penerbangan ke Medan. Turun disini, mulai terasa panas negara chatulistiwa dan lambatnya semua urusan pemeriksaan paspor, permohonan
visa turis serta pembayarannya. Turis banyak, juga yg dari Asia, loketnya dipisahkan antara yg Asia dan yg dari
Barat, juga pembayarannya harus ganti loket lagi, jadi antrian panjang sekali, bikin capek bukan main. Maklum kita telah berada dalam perjalanan selama hampir 24 jam terhitung dari keluar rumah. Untung keluar dari bandara jemputan sudah siap.
Kita langsung menuju ke beberapa obyek turis., saya nunggu di mobil karena semuanya sudah pernah lihat, dan
ke obyek turis ini kita dipandu oleh seor. pemandu asli kenalan kita, yg juga bisa berbahasa Belanda sedikit.
Lewat tengah hari kita ke hotel, mandi dan istirahat sebentar untuk sore harinya, sekitar jam 16.30 menuju ruang makan untuk makan malam kemudian istirahat agak awal, karena keesokan harinya kita berangkat sekitar jam 08.00 ke Bukit Lawang untuk kemudian jalan kehutan meninjau pelestarian kehidupan orang hutan.
Lagi-lagi saya tak ikut karena jalan susah (jalan setapak naik turun masuk hutan) bersama pemandu setempat.
Perjalanan amat mengesankan karena mereka bisa langsung bertemu muka dg orang hutan dan memberi mereka
pisang (makanan kesukaan bin. ini). Orang hutan memang bin. liar, tapi sikap mereka tidak liar melainkan justru
jinak dan lembut sekali.
Belum sampai selesai melihat ini semua, mereka diguyur hujan lebat, sedemikian lebatnya sehingga jalan tak terlihat. Mau tak mau harus pulang, kembali ke hotel (Rindu Alam) dalam keadaan basah kuyub. Salah seor teman kita tergelincir jatuh sampai empat kali. Untuk hanya pakaian yg kotor jadinya. Cuma repotnya sepatu yg dipakai juga basah karena jalan dijalan setapak yg terendam air sampai hampir ke betis.
Sampai di hotel, Theo langsung mandi, ganti pakaian dan sepatu dan pakaian kita coba dikeringkan dg fan dan pengering rambut.
Sayangnya tak semua fan dikamar dapat difungsikan secara maksimal.
Esoknya kita meneruskan perjalanan ke Brastagi, disini kita menginap selama dua malam, kemudian meneruskan perjalanan ke Prapat untuk menyeberang ke pulau Samosir.
Perjalanan penuh kendala, dimulai dg pecahnya pompa air, cari kendaraan lain yg bisa mengantar kita ke Prapat,
dapat kendaraan, sopir tak berani ke Prapat karena belum pernah kesana, ke bengkel dulu, untuk ganti sopir, sampai di bengkel sopir belum ada masih dalam perjalanan, kena macet dlsb. Akhirnya setelah menunggu sekitar 1 jam sopir datang, tapi kita hanya berdoa di kendaraan sambil bergurau ironis karena sopir ngebut bukan main.,
padahal hujan deras baru saja reda, sopir tak peduli keluar masuk lubang dijalan, dan setiap kali masuk lubang
yg agak dalam kita didlm kendaraan cuci kaki.
Untung selamat sampai di Prapat, dua menit setelah ferry terakhir meninggalkan dermaga Prapat. Untung perahu
milik hotel masih ada disana dan kita boleh ikut dg perahu ini.
Tiga malam kita di hotel ini menikmati keindahan danau Toba dan pulau Samosir.
Setelah ini, meneruskan perjalanan ke Bukittinggi dan danau Maninjau, lalu ke Padang untuk terbang ke Jkt.
Di Jkt. sudah ditunggu oleh teman saya, ex teman SMP/SMA, yg menyediakan kendaraan sewa bagi kami.
Di Jkt hanya semalam, lalu ke Bogor (Kebun Raya) bagus dan mengesankan, lalu ke Taman Safari. Meski saya sudah sering ketempat-tempat ini, tapi saya masih selalu terkesan oleh keindahan alam flora dan fauna Indonesia! Tak bosan-bosannya saya melihat dan mengagumi pohon-pohon raksasa dg akar-akarnya yg menonjol keluar secara beraturan sedemikian tingginya sehingga dapat memberi sandaran atau tempat duduk bagi yg lelah.
Salah seor. teman seperjalanan kami juga sama dengan saya dlm hal ini yaitu ibu A. Renders.
Di Bandung kebetulan sang sopir tak terlalu paham jalan-jalan di kota ini., dan kebetulan kita sampai di kota ini sudah mulai gelap.
Secara kebetulan kita menemukan hotel yg telah dipesankan oleh Maya. Setelah menurunkan kopor serta teman-teman kami di hotel, kita menuju ke Hendro dan Maya. Saking tergesa-gesa, lupa tanya nomor tilpon Maya dan juga lupa tanya alamat yg jelas dan nomor tilpon hotel dan kita langsung jalan, baru setelah lebih dari 1 jam putar-putar dimalam hari di kota Bandung, dan setelah 6 x tanya sia-sia karena kita malah diberi tahu jalan yg salah, baru yg terakhir kalinya tanya dikantor polisi, kita akhirnya menemukan rumah Hendro dan Maya.
Setelah sejenak berbincang-bincang serta menanyakan keadaan Hendro dan berkenalan dengan semua anggauta keluarga di rumah Hendro dan menyerahkan berbagai pesanan., kita kembali ke hotel.
Keesokan harinya Maya datang pagi-pagi untuk ikut menemani kita ke Tangkubanprahu. Sialnya kendaraan yg kita sewa adalah sebuah Izusu dg motor truk, jadi naik gunungnya nggremet.
Meskipun begitu perjalanan amat mengesankan. Hari kemudiannya, kita tinggalkan mobil sewa di hotel, dan kita dijemput oleh Maya, dengan dia sendiri sebagai pengemudi; jauh lebih handal dlm mengemudi dan paham betul jalan-jalan di Bandung dan sekitarnya. Kendaraan dia lebih kuat menanjak dan kita dapat menikmati keindahan Kawah Putih, makan di Sapu Lidi, melihat Kampung Daun dan juga melihat kota Bandung dg semua peninggalan bersejarahnya., juga tak lupa meninjau Vihara dipegunungan.
Setiap kali Maya ikut, dia selalu membawa/membelikan kita jajanan pasar khas Indonesia., seperti kue lapis, onde-onde, klepon, bikang Ambon dll. Semuanya amat dinikmati oleh teman-teman kita.
O ya hari kemarin kita tutup dengan kunjungan ke sekolah angklungnya Pak Udjo dan kunjungan bersama kekeluarga Hendro.
Anak mereka yg terkecil langsung menyebut Theo, 'engkong' alias opa(mbah), geli kita mendengarnya.
Dalam perjalanan kembali ke Jkt., kita mampir di Taman Mini untuk melihat Taman Burung disini. Ditempat parkir kita langsung disambut oleh Yanuar Manoarfa bersama istri dan anak ragil mereka.
Berkat info yg terperinci dari Yanuar kita berhasil melihat semua yg ingin kita lihat di Bandung dan Bogor. Terima kasih banyak
Yanuar!!! Juga terima kasih atas hadiah kunjungan ke Taman Mini!
Selesai kunjungan ke Taman Mini, kembali ke Jkt, langsung ke mall Block M untuk makan di 'Warung Kita' , sebuah rumah makan yg dikelola oleh seor ex teman SMA saya.
Keesokan harinya kita pagi-pagi berangkat ke setasiun Gambir untuk ke Smg naik kereta yg berangkat jam 09.30. Seharusnya kita tiba di Smg pukul 15. 20, tapi karena terlambat, maka baru tiba menjelang jam 17.00. Untung jemputan dari hotel dan kendaraan sewa sudah siap menunggu, jadi kita tak dikerubut oleh para sopir taksi yg menawarkan jasa mereka.
Setelah menurunkan teman-teman kita dihotel, Theo dan saya langsung menuju kerumah ibu saya di jl. M.T. Haryono.
Sejam kemudian kita menikmati makan sate pak Prawiro yg sudah kita pesan sebelumnya.
Makan sate asli dari pikulan dan pakai pincuk serta duduk di tangga depan rumah. Di Belanda ada sate, tapi dagingnya selalu sebongkah sehingga rasa enak dari bumbunya tak terasa karena memang satenya asal dipanggang tidak dimarinasi dengan bumbu sebelumnya., jadi tak enak untuk selera saya. Dan kebetulan teman-teman kita juga amat menikmati sate asli Indonesia.
Tgl 09/09 kita mengunjungi PIKA, bertemu dengan hampir semua staf serta kenalan dan bruder serta tak lupa pak Sumino yg awet muda dan tetap langsing. Kebetulan semua staf juga masih tetap langsing, hanya kalau ex murid yg berwiraswasta ada yg tetap langsing ada yg betul-betul jadi begitu besar kesamping sehingga saya pangling betul.
Kunjungan serta perkenalan yg amat mengesankan., juga teman-teman kami amat menikmati kunjungan ini. Bagi teman kami Jan Renders, bagaikan kunjungan nostalgia karena dia juga berpendidikan sama.
Saat itu seor. teman saya dari Solo ikut nimbrung meninjau PIKA, dia juga amat terkesan oleh produksi PIKA. Moga-moga bisa jadi pelanggan!
Tgl. 10/09 kita berkunjung ke Industri jamu SIDO MUNCUL. Lagi-lagi kunjungan yg amat mengesankan terutama juga bagi teman kami Annemiek yg melihat para pekerja pembungkus jamu, ingin mencobanya tapi sedikit bingung melihat kecepatan para pembungkus yg kerjanya itu-itu saja.
Sore hari, sekitar jam 18.00 terjadilah musibah yg menimpa saya. Saya waktu itu hanya berdiri dg tumit saya untuk melihat keluar jendela. Tiba-tiba (mungkin karena kelelahan) kekuatan kaki hilang dan saya jatuh, seluruh berat tubuh menimpa tumit yg dalam keadaan sedang 'jinjit'. Sekitar 10 menit saya terbaring kesakitan. Theo ada di kamar, jadi tak tahu dan tak ada yg melihat. Saya
panggil Theo, dia keluar dan terkejut, coba bantu saya berdiri, tapi tak bisa.
Sekitar jam 19.00 Tino beserta keluarga dan ortu dia datang berkunjung. Mereka berusaha mencarikan obat 'kepukul' yg paling mujarab. Tapi sakit belum mau reda dan bengkak juga tak menyusut.
Setelah Tino dan keluarga pulang, kita coba tilpon Annemiek untuk memberi tahu mengenai apa yg terjadi dan rencana kita keesokan harinya. Tapi Annemiek langsung bilang bahwa kita harus ke rumah sakit. Kebetulan Eko Purnomo lagi ada di hotel untuk membantu Annemiek. Setelah bicara dengan dia sebentar, dia langsung akan mengantar saya ke RS. Saya segan sebetulnya karena hari sudah pukul 22.00. Tapi mereka mendesak dan saya memang sudah kesakitan sekali, jadi nurut saja.
Sampai dirumah sakit Elisabeth, setelah di röntgen, ternyata empat tulang tengah jari kaki (bukan tulang jari kaki, tapi tulang-tulang
dipunggung telapak kaki) putus. Langsung harus opname. Eko dan Ayu yg mengurus semua prosedur serta administrasi, pilih dr/kamar dlsb.
Juga mengurus agar Theo mendapat kartu keluar masuk rumah sakit secara bebas.
Theo menginap satu malam, dan keesokan paginya Ayu mengantar sarapan buat dia, karena sarapan dirumah sakit hanya untuk pasien.
Kejadian hari Rabu, hari Jum'atnya saya dioperasi dan keempat tulang yg patah diberi pen untuk membantu tulang merekat kembali.
Liburan kami berakhir sampai disini. Bagi teman-teman kami, mereka memperpanjang dua malam di Smg., setelah itu mereka melanjutkan perjalanan mereka ke Borobudur/Yogya, Batu, Lovina dan Ubud. kendaraan sudah dipesan juga hotel sudah beres, jadi hanya yg untuk kita harus dibatalkan.
Tgl 15/09 saya dijemput oleh Eko dan Ayu lagi, bawa kursi roda untuk keluar dari rumah sakit dan ngendon dirumah ibu saya.
Seminggu kemudian kembali ke rumah sakit untuk dibuka jahitannya. Lagi-lagi Eko yg meluangkan waktu dan tenaga untuk mengantar dan menemani kita. Bagi Theo dan saya, kita betul-betul merasa aman dan sreg dibantu oleh mereka. Saya tahu bahwa kalau mereka berhalangan, pasti ada yg lain yg siap membantu juga, tapi buat Theo juga nyaman kalau setiap kali yg membantu selalu orang yg sama., jadi dia tak perlu menyesuaikan diri lagi.
Jahitan tak bisa dibuka karena sudah menyatu dengan jaringan tubuh, jadi pulang kembali, dan siap-siap, karena akan dijemput oleh teman kita dari Solo untuk diajak menginap dirumah dia selama dua malam, karena tgl. 21/09 kita harus ke Denpasar untuk kembali ke Belanda.
Dari solo kita akan diantar ke Yogya untuk kemudian terbang langsung ke Denpasar. Disini ketemu lagi dg teman-teman kita, dan malam harinya jam 20.00 kita berangkat terbang balik, ke Singapore dulu, lalu ke Belanda.
Penerbangan lancar, kaki tak mengalami gangguan, dan supaya saya tak perlu ke toilet selama dlm penerbangan, setelah sarapan di Solo, saya tak makan dan minum lagi, juga di pesawat saya batasi sekali makan dan minum. Baru ke toilet lagi setelah tiba di bandara Schiphol (Ams). Saya tak bisa ke toilet tanpa bantuan karena tongkat jalan cuma satu dan toilet sempit sekali.
Hari Senin sampai di Belanda/dirumah dan sorenya bisa langsung ke dr. Jum'atnya ke dr lagi, seminggu kemudian baru bisa ditangani dirumah sakit. Dikasi sepatu untuk jalan, tapi malah sakit sekali, kerumah sakit lagi, dinasehati untuk istirahat total supaya tubuh yg mulai menolak benda asing dikaki tak terganggu prosesnya. Kaki harus lebih tinggi dari jantung. Memang ketika istirahat ini sakit banyak berkurang. Hari Jum'at lalu kerumah sakit lagi untuk dicabut pen nya. Ngeri juga melihat peralatan yg dipakai, tapi mereka sudah ahli, jadi dari empat pen, yg agak terasa sakit waktu dicabut hanya satu. Pen metal ini semuanya sekitar 9/10 cm panjangnya.
Sekarang luka belum boleh kena air selama 1 minggu dan sementara masih harus pakai sepatu jalan khusus dari rumah sakit.
Sepatu ini datar dalam dan telapaknya, maksudnya agar tulang sementara tak terbeban oleh gerakan kaki. Dirumah masih jalan pakai dua tongkat (kruk/krek). Secara perlahan/bertahap (kira-kira 3/4 minggu) kaki mulai dilatih untuk digerakkan secara normal agar bisa masuk sepatu biasa lagi.
Semua dr yg melihat foto sebelum dan sesudah operasi kaki saya, bilang bahwa penanganan dr dirumah sakit Elisabeth baik sekali.
Rajin dan bersih cara mengerjakannya. Salut dan angkat topi kata mereka.
Selama saya sakit di Smg., baik selama dirumah sakit maupun ketika berada dirumah ibu saya, saya hanya dapat berterima kasih atas semua perhatian/kunjungan/tilpon dan juga SMS dari semua teman/rekan ex siswa PIKA seperti Agung Juni Edy, jelas saya masih ingat dia yg dulu suka menghilangkan setress guru dengan banyolannya, SMS dari Gwan Kiem, Hwie Liong, Jongky Handoko, juga tilpon dari Hendro, Kian An, Thomas, Budi Sutanto serta juga mereka yg menyempatkan waktu untuk menengok sebentar baik dirumah sakit maupun dirumah ibu saya., terutama Bruder yg sampai tiga kali datang menengok, Kian Sien yg meski sibuk tetap bisa meluangkan waktu sejenak., Kuswi dan Driya, wajah-wajah yg tidak bikin pangling, juga Gwat dengan Djaya yg selalu berusaha mengumpulkan teman-teman supaya bisa ketemu, tapi sayang kurang dihargai usaha mereka. Cuma jangan putus asa ya Gwat dengan Djaya!
Meski saya mengajar Mulyono dan Christian Prabawa tidak lama, tapi keduanya tetap memberi kesan selamanya, dan selalu kalau ingat mereka atau baca nama mereka, selalu ingat gurauan mereka!
Bagaimana dg keadaan Christian? masih berapa lama harus pakai korset? atau malah sudah boleh lepas?
Kalau Peter (Kian Hok) dan sekarang saya lupa namanya., itu loh yg suka ngebut di jalanan di Eropa dan yg waktu itu sebenarnya mau mampir ditempat saya tapi tak jadi, karena kesempitan waktu, sorry sekali dah saya lupa namanya., tapi waktu itu saya pangling sekali karena saat sebagai murid begitu langsing/kurus dan sekarang kearah agak gemukan; Harsoyo???., pesan saya, jangan terlalu banyak merokok ah., kalian masih begitu muda, nanti kalau kena macam-macam penyakit kan kasian anak istri.
Last but not least sejuta terima kasih kami untuk Ayu dan Eko yg meluangkan begitu banyak waktu dan tenaga dan jelas juga beaya
untuk membantu Theo dan saya.
Tapi sekarang saya mau berhenti dulu, milis sudah amat panjang, semoga tak bosan membacanya. Salam hangat dari Belanda dimusim gugur, bu Lie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar